SBY Tidak Bisa Menjelaskan Dokumen TPF Munir, Apakah Dia Terlibat?

SBY Tidak Bisa Menjelaskan Dokumen TPF Munir, Apakah Dia Terlibat?



POLITIK BERSUARA - Mantan anggota tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir, Hendardi, menilai jumpa pers yang dilakukan presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (25/10/2016), tidak mendapat jawaban jelas.

SBY tidak becus menjaga dokumen penting dan tidak ada penjelasan sama sekali.

"SBY tidak menjawab kemana dokumen itu hilang, jika tidak bisa menjawab berarti dia bohong, tidak mungkin bisa hilang begitu saja," cetus Hendardi.

Dokumen asli itu diserahkan oleh tim pencari fakta kepada SBY saat menjabat presiden pada 2005 lalu.
SBY tidak mengumumkan dokumen itu hingga akhir masa jabatannya. Belakangan, Komisi Informasi Publik mengabulkan gugatan Kontras dan memerintahkan pemerintah untuk mengumumkan dokumen itu. Namun setelah dicek, dokumen tidak ada di Sekretariat Negara. Langkah SBY yang akan menyerahkan salinan dokumen ke Jokowi, juga dinilai tidak menjadi solusi. Apalagi, SBY mendapatkan salinan dokumen itu dari mantan Ketua TPF Marsudhi Hanafi.

"Kalau cuma salinan itu ilegal," ucap Hendardi.

Dokumen TPF Munir di tangan SBY dan tidak diserahkan lewat Mensetneg. Anehnya Mensetneg yang menjawab dan mengakui hilang.

"Naskah laporan asli sedang ditelusuri keberadaannya," ujar Sudi dalam jumpa pers di Cikeas, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016). 

Sementara SBY pastikan sangat serius menangani kasus Munir tapi dokumennya hilang.

“Saya pastikan bahwa yang kami lakukan dulu adalah langkah tindakan yang juga serius, yang sungguh-sungguh. Utamanya dalam konteks penegakkan hukum, tentu yang kami lakukan dulu adalah sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik dan penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” jelas SBY.

Padahal orang yang menghilangkan dokumen diatur dalam , UU No 14 tahun 2008 pasal 53 berbunyi:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Jadi, bagaimana menurut anda?




Previous
Next Post »